WBS Itu Apa Sih? Panduan Lengkap Memahami Work Breakdown Structure
Pernah dengar istilah WBS dalam dunia kerja atau proyek? Mungkin terdengar teknis banget, tapi sebenarnya konsepnya simpel dan super penting buat bikin proyek apa pun jadi lebih terstruktur dan gampang dikelola. Nah, di artikel ini kita bakal bedah tuntas apa sih WBS itu dan kenapa kamu perlu banget mengenalnya. Santai aja, kita kupas tuntas pakai bahasa sehari-hari biar gampang dipahami!
Image just for illustration
Pengertian WBS: Tulang Punggung Proyek¶
Oke, jadi apa itu WBS? WBS itu singkatan dari Work Breakdown Structure. Gampangnya gini, WBS itu adalah cara kita memecah atau membagi sebuah proyek besar yang kelihatan kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, terkelola, dan gampang dikerjakan. Ini kayak kamu mau masak rendang, kan nggak langsung jadi rendang utuh, tapi mulai dari belanja bahan, potong daging, blender bumbu, masak, sampai matang. Nah, setiap langkah itu adalah bagian dari proses memasak rendang.
Dalam konteks proyek, WBS melakukan hal yang sama: memecah deliverable (hasil akhir yang mau dicapai) menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Setiap komponen ini kemudian dipecah lagi sampai ke tingkat yang paling dasar, yang disebut work package. Work package ini adalah tugas atau kelompok tugas terkecil yang bisa dikelola, dianggarkan, dan dijadwalkan. Dengan punya WBS, kita jadi punya peta jalan yang jelas tentang apa saja yang perlu dikerjakan dalam sebuah proyek dari awal sampai akhir.
Kenapa WBS Itu Penting Banget? Manfaatnya yang Luar Biasa¶
Sekarang, mungkin kamu mikir, “Emang sepenting itu ya WBS?” Jawabannya: PENTING BANGET! WBS itu kayak fondasi rumah, kalau fondasinya kuat dan jelas, bangunannya juga bakal kokoh. Ini dia beberapa manfaat utama punya WBS yang baik:
Memecah Proyek Jadi Bagian Kecil¶
Proyek besar itu kadang bikin kewalahan karena kelihatannya “gede” banget. WBS membantu kita menggigit proyek tersebut menjadi potongan-potongan kecil yang lebih mudah dicerna dan dikelola. Ini mengurangi rasa takut atau overwhelm di awal proyek dan bikin tim lebih fokus. Setiap bagian kecil jadi lebih jelas scope-nya dan lebih mudah dikerjakan satu per satu.
Mempermudah Estimasi Waktu dan Biaya¶
Setelah proyek terpecah menjadi work package terkecil, jauh lebih mudah buat memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan dan berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk menyelesaikan setiap work package tersebut. Coba bayangin kalau kamu disuruh estimasi biaya membangun rumah tanpa tahu detailnya, pasti susah kan? Dengan WBS, kamu bisa estimasi biaya setiap pekerjaan (bikin pondasi, pasang bata, ngecat, dll.) lalu menjumlahkannya untuk mendapatkan estimasi total.
Meningkatkan Komunikasi Tim¶
WBS adalah alat visual yang bagus buat komunikasi. Semua anggota tim, stakeholder, dan manajer proyek punya pemahaman yang sama tentang apa saja yang termasuk dalam proyek dan apa yang tidak. Ini mengurangi kebingungan, menghindari tumpang tindih pekerjaan, dan memastikan semua orang on the same page. Kalau ada bagian yang kurang jelas, bisa langsung ditanyakan atau didiskusikan berdasarkan struktur WBS.
Membantu Pengawasan dan Pengendalian¶
Dengan WBS, kamu bisa melacak progres proyek per work package atau per level. Ini memudahkan manajer proyek untuk melihat bagian mana yang sudah selesai, mana yang sedang berjalan, dan mana yang mungkin mengalami keterlambatan. Jika ada masalah di satu area, manajer bisa langsung fokus ke work package tersebut tanpa harus melihat seluruh proyek secara keseluruhan. Ini bikin pengendalian proyek jadi lebih efisien.
Komponen Utama WBS: Apa Saja Isinya?¶
WBS punya beberapa komponen penting yang perlu kamu pahami:
Tingkat Hierarki: Dari Besar Sampai Detil¶
WBS itu sifatnya hierarkis, artinya ada level-level dari yang paling umum sampai paling spesifik. Level teratas (Level 0 atau 1) biasanya adalah nama proyek itu sendiri atau deliverable utamanya. Di bawahnya ada Level 2 yang memecah deliverable utama menjadi komponen-komponen besar. Terus dipecah lagi sampai ke level terendah.
Struktur ini penting supaya kita bisa melihat proyek dari gambaran besar sampai ke tugas terkecil yang perlu dilakukan. Mirip susunan organisasi di perusahaan, ada CEO di atas, lalu direktur, manajer, sampai staf paling bawah. Setiap level punya tanggung jawab dan cakupan yang jelas dalam WBS.
Work Package: Paket Kerja Paling Bawah¶
Ini adalah tingkat terendah dari WBS. Work package adalah kumpulan tugas yang berhubungan dan bisa dikelola oleh satu orang atau tim. Ini adalah unit kerja yang paling dasar untuk pelacakan, penjadwalan, dan penganggaran. Contoh work package bisa berupa “Melakukan Riset Pemasaran Awal”, “Mengembangkan Modul Login Website”, atau “Memasang Dinding Lantai 1”.
Setiap work package harus punya deskripsi yang jelas, durasi estimasi, biaya estimasi, dan penanggung jawab. Intinya, work package itu harus cukup detail sehingga tim yang mengerjakan tahu persis apa yang diharapkan. Ukuran work package bisa bervariasi tergantung kompleksitas proyek, tapi idealnya cukup kecil untuk dikelola namun tidak terlalu kecil sampai jadi tugas harian yang remeh.
Deliverables: Hasil yang Diharapkan¶
Setiap level dalam WBS, dari yang paling atas sampai work package, harus terkait dengan deliverable atau hasil yang diharapkan. Deliverable ini bisa berupa produk fisik (misalnya, prototipe), dokumen (laporan, desain), layanan (pelatihan), atau hasil lainnya. WBS fokus pada deliverables, bukan aktivitas semata.
Jadi, alih-alih menulis “Rapat Tim”, dalam WBS kamu mungkin akan melihat “Laporan Hasil Rapat Mingguan” sebagai deliverable dari sebuah work package terkait rapat. Ini penting karena proyek itu tentang menghasilkan sesuatu, bukan hanya tentang melakukan aktivitas. WBS memastikan semua aktivitas yang terdaftar berkontribusi pada deliverable yang diinginkan.
Gimana Cara Bikin WBS? Langkah Demi Langkah¶
Membuat WBS itu butuh proses. Nggak bisa langsung jadi dalam sekejap. Ini dia langkah-langkah umum yang bisa kamu ikuti:
Mulai dari Tujuan Proyek¶
Langkah pertama dan terpenting adalah memahami tujuan proyek dan deliverable utama yang ingin dicapai. Apa hasil akhirnya? Produk apa yang mau dibuat? Layanan apa yang mau diluncurkan? Tuliskan deliverable utama ini di level paling atas WBS (Level 0 atau 1). Pastikan semua stakeholder sepakat dengan deliverable utama ini.
Tanpa pemahaman yang jelas tentang hasil akhir, WBS yang kamu buat bisa melenceng dan nggak relevan. Jadi, luangkan waktu untuk mendefinisikan deliverable proyek secara spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terbatas waktu (SMART deliverables, kalau familiar dengan konsep itu).
Identifikasi Tingkat Utama (Level 1)¶
Setelah deliverable utama ditetapkan, pecah deliverable ini menjadi komponen-komponen utama di Level 1. Komponen ini bisa mewakili fase proyek (misalnya, Perencanaan, Pelaksanaan, Penutupan) atau sub-deliverables utama (misalnya, Desain Produk, Pengembangan Perangkat Lunak, Pemasaran). Pilih pendekatan yang paling masuk akal untuk proyek kamu.
Pastikan semua deliverable utama di Level 1 jika digabungkan mencakup 100% dari ruang lingkup proyek. Ini prinsip penting dalam WBS, sering disebut 100% Rule. Tidak ada bagian dari proyek yang tertinggal, dan tidak ada tugas yang tidak relevan.
Pecah Lagi ke Tingkat Bawah¶
Sekarang, ambil setiap komponen di Level 1 dan pecah lagi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil di Level 2, lalu Level 3, dan seterusnya. Terus pecah sampai kamu mencapai tingkat work package yang sudah kita bahas sebelumnya. Caranya bisa dengan bertanya: “Untuk mencapai deliverable ini, apa saja komponen atau pekerjaan besar yang harus diselesaikan?”
Contoh: Kalau di Level 1 ada “Desain Produk”, di Level 2 mungkin ada “Desain Konsep”, “Desain Teknis”, “Desain Packaging”. Kemudian “Desain Konsep” bisa dipecah lagi di Level 3 menjadi “Riset Tren Pasar”, “Sketsa Awal”, “Pembuatan Model 3D Awal”. Lakukan ini secara iteratif.
Tentukan Work Package¶
Hentikan proses pemecahan ketika kamu mencapai tingkat yang cukup detail untuk menjadi work package. Bagaimana tahu kapan harus berhenti? Ketika deliverable di level tersebut bisa diestimasi biaya, waktu, dan sumber dayanya secara realistis, dan bisa diberikan penanggung jawab yang jelas. Ini adalah tingkat di mana pekerjaan aktual akan dilakukan.
Setiap work package harus unik dan terdefinisi dengan baik. Hindari tugas yang tumpang tindih antar work package. Ingat aturan 100% Rule: work packages di level terendah harus mencakup 100% dari pekerjaan yang dibutuhkan untuk deliverable di level atasnya.
Review dan Validasi¶
Setelah draft WBS selesai, jangan langsung digunakan. Ajak tim proyek dan stakeholder kunci untuk mereviewnya. Apakah strukturnya logis? Apakah ada deliverable yang terlewat? Apakah work package-nya sudah cukup jelas dan bisa dikerjakan? Apakah semua orang punya pemahaman yang sama?
Proses review ini penting untuk memastikan WBS akurat dan diterima oleh semua pihak. Mungkin perlu beberapa kali revisi sampai WBS benar-benar mencerminkan ruang lingkup proyek secara lengkap dan akurat. WBS yang divalidasi tim punya buy-in yang lebih besar dan lebih mungkin untuk berhasil.
Bentuk-Bentuk WBS: Visualisasi yang Beda¶
WBS bisa disajikan dalam beberapa format visual, tergantung mana yang paling mudah dipahami oleh tim dan stakeholder. Beberapa bentuk umum antara lain:
Bentuk Hierarki/Grafis¶
Ini adalah bentuk yang paling sering kita lihat dan paling intuitif. Digambarkan seperti bagan organisasi atau pohon, dengan deliverable utama di paling atas dan cabang-cabang di bawahnya menunjukkan dekomposisi sampai ke work package. Alat bantu seperti mind mapping atau software manajemen proyek sering menggunakan format ini.
mermaid
graph TD
A[Proyek: Membangun Rumah] --> B[Perencanaan]
A --> C[Pelaksanaan Pembangunan]
A --> D[Penyelesaian]
B --> B1[Desain Arsitektur]
B --> B2[Perizinan]
C --> C1[Struktur Bangunan]
C --> C2[Finishing Interior]
C --> C3[Eksterior & Lansekap]
D --> D1[Inspeksi Akhir]
D --> D2[Serah Terima Kunci]
C1 --> C1a[Pondasi]
C1 --> C1b[Dinding]
C1 --> C1c[Atap]
C1a --> C1a1(Penggalian Pondasi)
C1a --> C1a2(Pengecoran Pondasi)
Diagram di atas adalah contoh sederhana WBS bentuk hierarki.
Bentuk hierarki visual ini sangat bagus untuk menunjukkan hubungan antar deliverable dan bagaimana bagian-bagian kecil berkontribusi pada keseluruhan. Mudah dilihat secara sekilas.
Bentuk Tabel¶
WBS juga bisa disajikan dalam bentuk tabel. Setiap baris mewakili elemen WBS, dengan kolom-kolom menunjukkan level hierarki, deskripsi elemen, kode WBS unik (misalnya, 1.1, 1.1.1), penanggung jawab, durasi estimasi, dan biaya estimasi. Format tabel ini bagus untuk detail administratif dan data terkait setiap elemen WBS.
Kode WBS | Deskripsi | Level | Penanggung Jawab | Estimasi Durasi | Estimasi Biaya |
---|---|---|---|---|---|
1.0 | Proyek: Membangun Rumah | 1 | Manajer Proyek | 12 bulan | Rp 1 Miliar |
1.1 | Perencanaan | 2 | Arsitek | 2 bulan | Rp 50 Juta |
1.1.1 | Desain Arsitektur | 3 | Arsitek | 1.5 bulan | Rp 35 Juta |
1.1.2 | Perizinan | 3 | Legal | 1 bulan | Rp 15 Juta |
1.2 | Pelaksanaan Pembangunan | 2 | Kontraktor | 9 bulan | Rp 800 Juta |
1.2.1 | Struktur Bangunan | 3 | Kontraktor Sipil | 3 bulan | Rp 300 Juta |
1.2.1.1 | Pondasi | 4 | Tim Pondasi | 2 minggu | Rp 40 Juta |
1.2.1.1.1 | Penggalian Pondasi | 5 | Tukang Gali | 3 hari | Rp 5 Juta |
1.2.1.1.2 | Pengecoran Pondasi | 5 | Tim Cor | 4 hari | Rp 10 Juta |
… | (dan seterusnya) | … | … | … | … |
Format tabel ini sering digunakan bersamaan dengan software manajemen proyek dan memudahkan ekspor data untuk analisis lebih lanjut.
Bentuk Teks/Outline¶
WBS juga bisa disajikan dalam format teks berstruktur atau outline, mirip daftar isi buku. Setiap elemen diidentifikasi dengan nomor atau bullet point sesuai levelnya. Misalnya:
- Proyek: Membangun Rumah
1.1. Perencanaan
1.1.1. Desain Arsitektur
1.1.1.1. Riset Kebutuhan Klien
1.1.1.2. Pembuatan Gambar Kerja
1.1.2. Perizinan
1.2. Pelaksanaan Pembangunan
1.2.1. Struktur Bangunan
1.2.1.1. Pondasi
1.2.1.1.1. Penggalian Pondasi
1.2.1.1.2. Pengecoran Pondasi
1.2.1.2. Dinding
… dan seterusnya
Bentuk ini paling simpel dan bisa dibuat dengan mudah menggunakan editor teks biasa. Cocok untuk WBS awal atau proyek yang tidak terlalu kompleks.
Contoh Nyata Penerapan WBS (Contoh Sederhana)¶
Supaya lebih kebayang, mari kita lihat contoh WBS untuk proyek yang berbeda.
WBS Membangun Rumah¶
Seperti contoh tabel dan diagram di atas, WBS untuk membangun rumah akan memecah proyek besar ini menjadi fase-fase utama (Perencanaan, Pelaksanaan, Penyelesaian), lalu memecah fase-fase itu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil (Desain, Perizinan, Struktur, Finishing, dll.), sampai akhirnya ke work package terkecil seperti penggalian pondasi, pemasangan bata, pengecatan dinding, dll. Setiap work package akan punya estimasi durasi dan biaya.
WBS Meluncurkan Produk Baru¶
Proyek peluncuran produk baru bisa punya WBS seperti ini (contoh Level 1 dan 2):
- Proyek: Peluncuran Produk X
1.1. Riset & Pengembangan Produk
1.1.1. Riset Pasar
1.1.2. Pengembangan Prototipe
1.1.3. Pengujian Produk
1.2. Produksi
1.2.1. Persiapan Pabrik
1.2.2. Produksi Batch Awal
1.2.3. Kontrol Kualitas
1.3. Pemasaran & Penjualan
1.3.1. Pengembangan Strategi Marketing
1.3.2. Pembuatan Materi Promosi
1.3.3. Persiapan Saluran Penjualan
1.4. Distribusi
1.4.1. Pengemasan Produk
1.4.2. Pengiriman ke Gudang
1.4.3. Pengiriman ke Distributor/Retailer
Setiap item di Level 2 dan 3 (misal: 1.1.1 Riset Pasar) akan dipecah lagi sampai ke work package (misal: 1.1.1.1. Menyusun Kuesioner Riset, 1.1.1.2. Melakukan Survei Online, 1.1.1.3. Menganalisis Data Riset).
Image just for illustration
Tips Jitu Membuat WBS yang Efektif¶
Mau bikin WBS yang benar-benar membantu proyek kamu? Ini beberapa tipsnya:
- Libatkan Tim: Jangan bikin WBS sendirian. Tim yang akan mengerjakan proyek punya pengetahuan terbaik tentang bagaimana memecah pekerjaan. Melibatkan mereka juga meningkatkan rasa kepemilikan.
- Fokus pada Deliverables: Ingat, WBS itu berbasis deliverable, bukan aktivitas. Setiap elemen harus menghasilkan sesuatu yang spesifik.
- Gunakan Aturan 100%: Pastikan WBS mencakup 100% dari ruang lingkup proyek, tidak kurang dan tidak lebih. Ini aturan emas!
- Hindari Terlalu Detail: Jangan memecah WBS sampai ke tugas harian yang sangat kecil. Tingkat work package harus bisa dikelola, dianggarkan, dan dijadwalkan dengan mudah. Kalau terlalu detail, WBS jadi terlalu rumit dan susah dikelola.
- Berikan Kode Unik: Setiap elemen WBS harus punya kode unik (misal: 1.2.3). Ini memudahkan pelacakan, komunikasi, dan integrasi dengan sistem lain (seperti penjadwalan atau penganggaran).
- Gunakan Kata Benda: Setiap elemen dalam WBS (kecuali work package di tingkat terendah) sebaiknya dinamai menggunakan kata benda atau frasa kata benda, karena mereka mewakili deliverable atau hasil. Misalnya “Desain Produk”, bukan “Mendesain Produk”. Untuk work package di level terendah, bisa menggunakan kata kerja yang menjelaskan tugas yang akan dilakukan (misal: “Membuat Gambar Kerja”).
- Visualisasikan: Gunakan bagan hierarki atau diagram untuk memvisualisasikan WBS. Ini jauh lebih mudah dipahami daripada hanya teks.
Siapa Aja yang Pakai WBS? Profesi dan Industri¶
WBS itu alat universal dalam manajemen proyek. Siapa saja yang mengelola proyek, besar atau kecil, bisa dapat manfaat dari WBS. Ini termasuk:
- Manajer Proyek: Ini adalah pengguna utama WBS. Mereka menggunakannya untuk perencanaan, penjadwalan, penganggaran, dan pengawasan.
- Tim Proyek: Anggota tim menggunakan WBS untuk memahami tugas mereka, bagaimana tugas itu cocok dalam gambaran besar, dan apa deliverable yang diharapkan.
- Stakeholder: WBS membantu stakeholder (klien, sponsor, manajemen senior) memahami ruang lingkup proyek dan melacak progres di tingkat yang lebih tinggi.
- Estimator Biaya & Jadwal: Profesional ini menggunakan work package di level terendah untuk membuat estimasi waktu dan biaya yang akurat.
WBS digunakan di hampir semua industri yang menjalankan proyek, seperti:
- Konstruksi
- Teknologi Informasi (IT)
- Manufaktur
- Jasa Konsultasi
- Acara (Event Management)
- Riset & Pengembangan (R&D)
- Film & Media
- Pemerintahan
Setiap industri mungkin punya format WBS yang sedikit berbeda atau istilah spesifik, tapi prinsip dasarnya sama: memecah pekerjaan jadi bagian-bagian yang terkelola.
WBS vs. Tools Lain: Hubungannya dengan Jadwal dan Anggaran¶
WBS seringkali disalahartikan atau tertukar dengan jadwal proyek (misalnya Gantt Chart) atau daftar tugas (To-Do List). Padahal, WBS adalah input penting untuk membuat tools tersebut.
WBS bukan jadwal. WBS hanya mendefinisikan apa yang perlu dikerjakan (ruang lingkup proyek). WBS tidak menunjukkan kapan tugas harus dimulai atau selesai, siapa yang melakukan, atau bagaimana tugas-tugas saling bergantung (dependencies).
Namun, setelah WBS selesai sampai ke tingkat work package, data dari WBS (deskripsi work package, estimasi durasi, estimasi biaya, penanggung jawab) digunakan untuk membuat jadwal proyek dan anggaran proyek. Jadwal proyek (seperti Gantt Chart) akan menambahkan informasi kapan setiap work package akan dilakukan, urutannya, dan ketergantungannya. Anggaran proyek akan menggunakan estimasi biaya per work package untuk membuat alokasi dana.
Jadi, WBS adalah fondasi. Jadwal dan anggaran adalah bangunan yang berdiri di atas fondasi itu. Kamu nggak bisa bikin jadwal atau anggaran yang akurat tanpa punya WBS yang solid.
Sejarah Singkat WBS: Dari Mana Asalnya?¶
Konsep WBS ini sebenarnya sudah cukup tua, lho. Pengembangan WBS modern dimulai pada tahun 1950-an di Amerika Serikat untuk proyek-proyek militer yang sangat kompleks. Salah satu proyek yang terkenal menggunakan WBS adalah proyek Polaris milik Angkatan Laut AS. Mereka mengembangkan metode PERT (Program Evaluation and Review Technique) yang di dalamnya ada penggunaan struktur pemecahan pekerjaan.
Sejak saat itu, WBS menjadi standar dalam manajemen proyek dan diakui oleh berbagai organisasi profesional seperti Project Management Institute (PMI) dalam panduan Project Management Body of Knowledge (PMBOK Guide). Dari proyek militer dan aerospace, WBS menyebar ke berbagai industri lain sebagai praktik terbaik untuk perencanaan dan pengendalian proyek.
Fakta menariknya, prinsip memecah pekerjaan besar menjadi bagian kecil sudah dikenal bahkan sejak zaman kuno, misalnya dalam pembangunan piramida atau kuil-kuil besar. Hanya saja, metodologinya belum seformal WBS modern.
Hindari Kesalahan Ini Saat Bikin WBS!¶
Meskipun konsepnya simpel, ada beberapa kesalahan umum saat membuat WBS yang bisa menghambat kesuksesan proyek:
- Tidak Melibatkan Tim: Seperti yang sudah disebut, ini kesalahan fatal. WBS jadi tidak realistis dan tim tidak merasa punya tanggung jawab.
- Tidak Fokus pada Deliverables: Membuat WBS berdasarkan aktivitas (misalnya, “Meeting”, “Koordinasi”) alih-alih hasil nyata. Ini bikin sulit melacak progres dan mengukur penyelesaian.
- Tidak Sampai ke Work Package yang Cukup Detail: Jika work package terlalu besar atau terlalu umum, akan sulit untuk mengestimasi dan mengelolanya.
- Terlalu Detail: Sebaliknya, jika terlalu pecah sampai ke level tugas harian, WBS jadi terlalu rumit dan butuh banyak waktu untuk di-maintain. Temukan keseimbangan yang tepat.
- Tidak Mematuhi Aturan 100%: Ada elemen proyek yang terlewat atau justru memasukkan tugas yang tidak relevan dengan ruang lingkup proyek.
- Tidak Mereview atau Memvalidasi: WBS yang tidak direview tim atau stakeholder berpotensi salah atau tidak diterima, sehingga tidak efektif sebagai alat komunikasi dan kontrol.
- Menganggap WBS Statis: WBS itu dokumen hidup. Proyek bisa berubah, jadi WBS juga perlu diperbarui jika ada perubahan ruang lingkup yang signifikan.
Kesimpulan: WBS Kunci Sukses Proyek¶
Jadi, WBS atau Work Breakdown Structure itu adalah alat fundamental dalam manajemen proyek. Ini membantu kita memecah proyek yang kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, terkelola, dan gampang dipahami. Dengan punya WBS yang jelas, kita bisa merencanakan, mengestimasi, mengomunikasikan, dan mengontrol proyek dengan jauh lebih efektif. WBS adalah fondasi yang kokoh untuk jadwal, anggaran, dan alokasi sumber daya.
Meskipun terlihat seperti checklist yang panjang, sebenarnya WBS itu adalah peta navigasi kamu di tengah lautan proyek. Tanpa peta itu, kamu bisa tersesat dan proyek bisa jadi kacau balau. Jadi, jangan pernah remehkan kekuatan WBS dalam setiap proyek yang kamu kelola!
Gimana, sekarang sudah lebih paham kan apa itu WBS dan betapa pentingnya? Punya pengalaman bikin WBS? Atau mungkin ada pertanyaan seputar WBS yang belum terjawab? Jangan sungkan bagikan pikiranmu di kolom komentar di bawah ya!
Posting Komentar