Rhesus: Apa Sih Maksudnya? Yuk Kenali Lebih Dalam!

Daftar Isi

Pernahkah Anda mendengar tentang faktor Rhesus? Mungkin saat Anda mendonorkan darah, melakukan tes kehamilan, atau sekadar ingin tahu golongan darah Anda. Faktor Rhesus, atau sering disingkat Rh, adalah salah satu sistem penggolongan darah yang penting banget, selain sistem ABO yang lebih umum dikenal (seperti golongan darah A, B, AB, atau O). Nah, mari kita bedah lebih dalam apa sebenarnya yang dimaksud dengan Rhesus ini.

Secara sederhana, Rhesus adalah sejenis protein yang ada di permukaan sel darah merah kita. Keberadaan protein ini menentukan apakah kita memiliki darah dengan Rhesus positif (Rh+) atau Rhesus negatif (Rh-). Kalau sel darah merah Anda punya protein Rhesus ini, berarti Anda Rh-positif. Sebaliknya, jika tidak ada protein tersebut, Anda Rh-negatif. Ini seperti fitur tambahan pada sel darah merah Anda.

Penentuan Rhesus ini penting karena sistem kekebalan tubuh kita bisa bereaksi terhadap protein yang dianggap “asing”. Dalam konteks Rhesus, seseorang dengan darah Rh-negatif tidak memiliki protein Rhesus. Jika mereka terpapar darah Rh-positif, sistem kekebalan tubuh mereka bisa menganggap protein Rhesus tersebut sebagai penyusup dan mulai memproduksi antibodi untuk melawannya.

Image just for illustration

Bagaimana Kita Tahu Rhesus Kita?

Untuk mengetahui apakah kita Rh-positif atau Rh-negatif, caranya cukup mudah: tes golongan darah. Saat Anda melakukan tes golongan darah di laboratorium atau fasilitas kesehatan, mereka tidak hanya akan memberi tahu Anda apakah golongan darah Anda A, B, AB, atau O, tetapi juga status Rhesus Anda. Hasilnya akan tertulis lengkap, misalnya A Rh+, O Rh-, B Rh+, atau AB Rh-.

Tes ini biasanya dilakukan dengan mencampurkan sampel darah Anda dengan cairan yang mengandung antibodi terhadap protein Rhesus. Jika sel darah merah Anda menggumpal (mengalami aglutinasi) saat dicampur dengan antibodi anti-Rh, itu berarti Anda punya protein Rhesus dan hasilnya Rh-positif. Jika tidak ada penggumpalan, berarti Anda Rh-negatif. Prosesnya cepat dan merupakan prosedur standar.

Mengetahui status Rhesus Anda adalah informasi kesehatan dasar yang penting untuk disimpan. Ini berguna dalam berbagai situasi medis, terutama yang melibatkan darah atau kehamilan. Jadi, kalau Anda belum tahu status Rhesus Anda, sangat disarankan untuk segera memeriksakannya.

Image just for illustration

Sejarah Singkat: Dari Monyet Rhesus ke Manusia

Nama “Rhesus” ini bukan asal-asalan lho. Faktor ini pertama kali ditemukan oleh para ilmuwan, Karl Landsteiner dan Alexander Wiener, pada tahun 1937 dan 1940. Mereka melakukan eksperimen menggunakan darah monyet Rhesus macaque. Mereka menemukan bahwa kelinci yang disuntik dengan darah monyet Rhesus menghasilkan antibodi yang juga bereaksi dengan sel darah merah pada sebagian besar manusia.

Dari penemuan awal itulah mereka mengidentifikasi adanya protein spesifik pada sel darah merah manusia yang mirip dengan yang ada pada monyet Rhesus. Protein inilah yang kemudian dinamai faktor Rhesus, dan sistem penggolongan darah berdasarkan protein ini disebut sistem Rhesus. Penemuan ini membuka jalan untuk memahami berbagai reaksi transfusi darah yang sebelumnya tidak bisa dijelaskan hanya dengan sistem ABO, serta komplikasi serius pada kehamilan.

Jadi, meskipun namanya diambil dari monyet, faktor Rhesus adalah karakteristik genetik manusia. Penemuan ini menjadi tonggak penting dalam ilmu kedokteran dan transfusi darah, menyelamatkan banyak nyawa.

Kenapa Status Rhesus Penting?

Nah, ini dia bagian krusialnya. Mengetahui status Rhesus Anda penting banget untuk dua alasan utama:

  1. Transfusi Darah: Ini adalah alasan yang paling langsung terkait dengan darah itu sendiri.
  2. Kehamilan: Ini adalah alasan yang sangat penting terutama bagi wanita.

Mari kita bahas satu per satu betapa krusialnya faktor Rhesus dalam kedua situasi ini.

Rhesus dan Transfusi Darah

Saat Anda membutuhkan transfusi darah (misalnya karena kecelakaan, operasi besar, atau kondisi medis tertentu), sangat penting untuk mendapatkan darah yang cocok. Selain golongan darah ABO, kecocokan faktor Rhesus juga harus diperhatikan.

Aturannya begini:
* Orang dengan darah Rh-positif umumnya bisa menerima darah dari donor Rh-positif maupun Rh-negatif. Ini karena mereka sudah punya protein Rhesus di sel darah merahnya, jadi sistem kekebalan mereka tidak akan bereaksi terhadap protein Rhesus dari donor Rh-positif. Darah Rh-negatif juga tidak masalah karena tidak mengandung protein Rhesus.
* Orang dengan darah Rh-negatif sebaiknya hanya menerima darah dari donor Rh-negatif. Mengapa? Karena jika mereka menerima darah dari donor Rh-positif, sistem kekebalan tubuh mereka yang tidak memiliki protein Rhesus akan mengenali protein Rhesus dari darah donor sebagai benda asing dan mulai membentuk antibodi terhadapnya.

Pembentukan antibodi ini disebut sensitisasi Rhesus. Sensitisasi ini biasanya tidak menimbulkan masalah pada transfusi pertama. Namun, jika orang tersebut kembali menerima darah Rh-positif di kemudian hari, antibodi yang sudah terbentuk tadi akan menyerang sel darah merah donor dengan ganas, menyebabkan reaksi transfusi hemolitik yang serius dan berpotensi mengancam jiwa. Gejalanya bisa berupa demam, menggigil, nyeri punggung, mual, hingga kerusakan ginjal.

Oleh karena itu, protokol standar di fasilitas kesehatan adalah mencocokkan tidak hanya golongan darah ABO tetapi juga status Rhesus sebelum melakukan transfusi. Untuk penerima Rh-negatif, prioritas utama adalah memberikan darah Rh-negatif. Darah Rh-positif hanya diberikan dalam situasi darurat dan sangat terbatas, jika darah Rh-negatif sama sekali tidak tersedia, dan dengan pertimbangan risiko yang cermat.

Image just for illustration

Rhesus dan Kehamilan: Potensi Ketidakcocokan Rhesus

Inilah skenario paling terkenal di mana faktor Rhesus memegang peran penting, terutama bagi para wanita. Ketidakcocokan Rhesus bisa terjadi jika:

  • Ibu memiliki darah Rh-negatif
  • Ayah memiliki darah Rh-positif
  • Bayi yang dikandung mewarisi sifat Rh-positif dari ayahnya.

Jika ibu Rh-negatif mengandung bayi Rh-positif, ada potensi masalah yang disebut ketidakcocokan Rhesus atau inkompatibilitas Rhesus. Selama kehamilan, terutama saat persalinan atau kadang-kadang saat kehamilan (misalnya setelah prosedur seperti amniosentesis, pendarahan, atau trauma perut), sedikit sel darah merah bayi bisa masuk ke dalam aliran darah ibu.

Karena ibu Rh-negatif tidak memiliki protein Rhesus, saat sistem kekebalan tubuhnya mendeteksi sel darah merah bayi yang Rh-positif (mengandung protein Rhesus), ia akan menganggapnya sebagai benda asing. Sistem kekebalan ibu kemudian akan mulai memproduksi antibodi terhadap protein Rhesus ini. Proses pembentukan antibodi ini disebut sensitisasi.

Biasanya, pada kehamilan pertama dengan bayi Rh-positif, sensitisasi terjadi di akhir kehamilan atau saat persalinan. Jadi, kehamilan pertama ini jarang sekali terpengaruh secara signifikan oleh ketidakcocokan Rhesus, karena antibodi belum terbentuk dalam jumlah banyak atau belum siap menyerang.

Masalah timbul pada kehamilan berikutnya jika ibu yang sudah tersensitisasi ini kembali mengandung bayi Rh-positif. Antibodi yang sudah terbentuk di dalam tubuh ibu kini sudah siap siaga. Antibodi ini bisa melewati plasenta dan masuk ke aliran darah bayi. Di sana, antibodi ini akan menyerang dan menghancurkan sel darah merah bayi yang Rh-positif.

Kondisi ini disebut Penyakit Hemolitik pada Bayi Baru Lahir (Hemolytic Disease of the Newborn - HDN) atau sekarang lebih dikenal sebagai Penyakit Hemolitik pada Janin dan Bayi Baru Lahir (Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn - HDFN).

Image just for illustration

Penyakit Hemolitik pada Janin dan Bayi Baru Lahir (HDFN) Akibat Ketidakcocokan Rhesus

Ketika antibodi ibu menyerang sel darah merah bayi, bayi mengalami anemia (kekurangan sel darah merah). Anemia ini bisa ringan, sedang, atau berat. Jika parah, tubuh bayi akan berusaha mengompensasi dengan memproduksi lebih banyak sel darah merah di organ-organ seperti hati dan limpa, menyebabkan pembesaran organ tersebut.

Penghancuran sel darah merah menghasilkan produk sampingan bernama bilirubin. Biasanya, hati bayi akan memproses bilirubin ini. Namun, jika penghancuran sel darah merah terjadi dalam jumlah besar, hati bayi mungkin tidak mampu memproses semua bilirubin yang ada. Kadar bilirubin yang tinggi dalam darah bayi bisa menyebabkan penyakit kuning (jaundice).

Pada kasus yang paling parah, penumpukan bilirubin yang sangat tinggi bisa merusak otak bayi, menyebabkan kondisi yang disebut kernikterus. Kernikterus bisa mengakibatkan kerusakan otak permanen, cerebral palsy, gangguan pendengaran, kesulitan belajar, dan bahkan kematian. Selain itu, anemia berat pada janin bisa menyebabkan gagal jantung dan penumpukan cairan di seluruh tubuh (disebut hydrops fetalis), yang seringkali berakibat fatal sebelum atau segera setelah lahir.

Untungnya, dengan kemajuan medis modern, HDFN akibat ketidakcocokan Rhesus sebagian besar bisa dicegah dan diobati.

Pencegahan dan Penanganan Ketidakcocokan Rhesus

Pencegahan adalah kunci utama dalam mengelola ketidakcocokan Rhesus. Ini dilakukan melalui pemberian suntikan khusus yang disebut globulin imun Rhesus (Rh immune globulin), sering dikenal dengan nama merek seperti RhoGAM atau Anti-D.

Bagaimana cara kerja suntikan RhoGAM? RhoGAM mengandung antibodi Anti-D yang sudah jadi. Jika disuntikkan pada ibu Rh-negatif, antibodi ini akan beredar dalam darahnya dan “menangkap” atau “menghilangkan” sel darah merah bayi Rh-positif yang mungkin masuk ke aliran darah ibu, sebelum sistem kekebalan tubuh ibu sendiri sempat bereaksi dan membentuk antibodi permanen. Ini seperti “menyamarkan” sel darah merah bayi agar tidak terdeteksi oleh sistem kekebalan ibu.

Kapan RhoGAM diberikan? Pemberian RhoGAM biasanya dilakukan pada:
1. Sekitar minggu ke-28 kehamilan: Ini adalah dosis pencegahan rutin karena ada kemungkinan kecil sel darah merah bayi masuk ke sirkulasi ibu selama paruh akhir kehamilan.
2. Dalam waktu 72 jam setelah melahirkan bayi Rh-positif: Jika bayi terbukti Rh-positif, ibu akan diberi dosis RhoGAM lagi untuk mencegah sensitisasi yang mungkin terjadi selama persalinan.
3. Setelah kejadian yang bisa menyebabkan pencampuran darah ibu dan bayi: Ini termasuk keguguran, aborsi, kehamilan ektopik, pendarahan vagina selama kehamilan, amniosentesis, pengambilan sampel chorionic villus (CVS), atau trauma perut saat hamil.

Dengan pemberian RhoGAM yang tepat waktu dan sesuai indikasi, risiko sensitisasi Rhesus pada ibu Rh-negatif bisa ditekan drastis, sehingga risiko HDFN pada kehamilan berikutnya sangat berkurang.

Penanganan Jika Sensitisasi Sudah Terjadi

Bagaimana jika ibu sudah terlanjur tersensitisasi (sudah punya antibodi Anti-D)? RhoGAM tidak efektif lagi dalam mencegah sensitisasi, tapi bukan berarti tidak ada harapan. Kehamilan ibu dengan antibodi Anti-D akan dipantau dengan sangat cermat.

  • Pemantauan Janin: Dokter akan memantau kondisi janin menggunakan USG untuk mendeteksi tanda-tanda anemia (misalnya peningkatan aliran darah di otak bayi). Tes darah ibu juga dilakukan secara berkala untuk mengukur kadar antibodi.
  • Transfusi Darah Intrauterin: Jika janin mengalami anemia berat saat masih dalam kandungan, dokter bisa melakukan transfusi darah langsung ke dalam pembuluh darah janin. Ini adalah prosedur yang kompleks tetapi bisa menyelamatkan jiwa janin.
  • Persalinan Dini: Dalam beberapa kasus, jika janin cukup matang dan anemia semakin parah, dokter mungkin memutuskan untuk mempercepat persalinan.
  • Penanganan Setelah Lahir: Bayi yang lahir dengan HDFN mungkin memerlukan fototerapi (terapi sinar) untuk menurunkan kadar bilirubin atau transfusi tukar (exchange transfusion) untuk mengganti sebagian darah bayi dengan darah donor yang cocok, jika anemia dan hiperbilirubinemia (kadar bilirubin tinggi) sangat parah.

Semua penanganan ini menekankan pentingnya deteksi dini. Itulah kenapa pemeriksaan golongan darah dan status Rhesus pada awal kehamilan sangat direkomendasikan untuk semua wanita.

Prevalensi Faktor Rhesus

Faktor Rhesus D (protein utama yang dibicarakan) memiliki variasi prevalensi di berbagai populasi di dunia. Secara umum:

  • Sekitar 85% orang di populasi Kaukasia (Eropa) adalah Rh-positif.
  • Sekitar 15% adalah Rh-negatif.
  • Di populasi Asia, Afrika, dan pribumi Amerika, persentase Rh-positif cenderung lebih tinggi (misalnya, >90% di sebagian besar populasi Asia Timur).
  • Di populasi Afrika-Amerika, sekitar 92% Rh-positif dan 8% Rh-negatif.

Meskipun persentase Rh-negatif di Asia lebih rendah dibandingkan Eropa, jumlah orang Rh-negatif tetap ada dan penting untuk diketahui identitas mereka, terutama dalam konteks medis dan transfusi darah. Komunitas orang Rh-negatif seringkali memiliki jaringan donor darah sendiri karena kebutuhan darah Rh-negatif yang spesifik.

Image just for illustration

Genetika Sederhana Faktor Rhesus

Status Rhesus Anda ditentukan oleh gen yang Anda warisi dari orang tua. Gen D (untuk protein Rhesus D) bersifat dominan, dan gen d bersifat resesif (tidak menghasilkan protein D).

  • Jika Anda memiliki setidaknya satu gen D (genotip DD atau Dd), Anda akan Rh-positif.
  • Anda hanya akan menjadi Rh-negatif jika Anda mewarisi dua gen d (genotip dd), satu dari ibu dan satu dari ayah.

Ini berarti, dua orang tua Rh-positif (keduanya memiliki genotip Dd) bisa saja memiliki anak yang Rh-negatif (genotip dd). Namun, dua orang tua Rh-negatif (keduanya memiliki genotip dd) pasti akan memiliki anak yang Rh-negatif (genotip dd). Ini adalah hukum pewarisan sederhana yang menjelaskan mengapa pola status Rhesus bisa bervariasi dalam sebuah keluarga.

Fakta Menarik Tentang Rhesus

  • Selain protein D yang paling penting, sebenarnya ada banyak protein Rhesus lainnya (seperti C, c, E, e). Sistem Rhesus adalah sistem penggolongan darah yang paling kompleks dengan lebih dari 50 antigen berbeda yang telah diidentifikasi, meskipun D adalah yang paling signifikan secara klinis.
  • Kondisi Rh null, yaitu tidak adanya semua antigen Rhesus, adalah kondisi yang sangat langka di mana seseorang dianggap memiliki “darah emas” karena sel darah merah mereka tidak memiliki antigen Rhesus sama sekali. Orang dengan Rh null ini hanya bisa menerima darah dari donor Rh null lainnya.
  • Mitos bahwa orang Rh-negatif memiliki karakteristik fisik atau kepribadian khusus tidak didukung oleh bukti ilmiah. Status Rhesus hanyalah karakteristik biologis sel darah merah.

Jadi, Apa yang Harus Anda Lakukan?

  1. Ketahui status Rhesus Anda: Jika belum tahu, lakukan tes golongan darah. Catat dan simpan informasi ini.
  2. Jika Anda Rh-negatif: Beri tahu penyedia layanan kesehatan Anda tentang hal ini, terutama jika Anda wanita yang berencana hamil atau sedang hamil. Ini penting untuk memastikan Anda mendapatkan perawatan yang tepat untuk mencegah sensitisasi.
  3. Jika Anda Rh-positif: Tidak ada tindakan pencegahan khusus yang diperlukan terkait Rhesus dalam kehamilan, tetapi tetap penting untuk transfusi darah.
  4. Donor Darah: Jika Anda Rh-negatif, darah Anda sangat berharga! Darah Rh-negatif bisa diberikan kepada pasien Rh-negatif, dan darah O Rh-negatif bahkan dianggap “donor universal” untuk kasus darurat (meskipun pencocokan penuh tetap yang terbaik). Pertimbangkan untuk menjadi donor darah rutin jika Anda memenuhi syarat.

Memahami apa yang dimaksud dengan Rhesus, mengapa itu penting, dan bagaimana pengelolaannya dalam dunia medis adalah langkah proaktif untuk menjaga kesehatan diri sendiri dan keluarga.

Nah, itu dia penjelasan lengkap tentang apa itu Rhesus. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan Anda ya!

Punya pertanyaan atau pengalaman terkait faktor Rhesus? Jangan ragu untuk komentar di bawah! Bagikan juga artikel ini ke teman atau keluarga yang mungkin membutuhkan informasi ini.

Posting Komentar