Sandhangan Wyanjana: Mengenal, Memahami, dan Contohnya (Panduan Lengkap!)
Dalam dunia Aksara Jawa, yang kaya akan detail dan makna, ada satu komponen penting yang sering bikin penasaran, namanya sandhangan. Nah, sandhangan ini semacam “aksesoris” atau tanda baca khusus yang ditempelkan pada huruf dasar (yang disebut aksara legena) untuk mengubah suara vokal atau menambahkan suara konsonan tertentu setelah vokal inheren huruf dasar tersebut.
Salah satu kategori sandhangan yang punya fungsi unik adalah Sandhangan Wyanjana. Gampangnya, sandhangan ini dipakai untuk menyisipkan bunyi konsonan rangkap, yaitu bunyi /r/ atau /y/, persis setelah bunyi vokal bawaan (inheren) dari aksara legena yang ditempelinya. Jadi, misalnya kamu punya aksara “pa” (ꦥ) yang bunyinya /pa/, dengan sandhangan wyanjana, bisa berubah jadi “pra” (ꦥꦿ) atau “pya” (ꦥꦾ). Keren kan? Ini bikin penulisan jadi lebih efisien dan nggak perlu pakai banyak karakter aksara legena dan pangkon (tanda mati) untuk membentuk bunyi rangkap tersebut.
Apa Saja Jenis Sandhangan Wyanjana?¶
Sandhangan Wyanjana itu ada tiga jenis utama yang paling sering dipakai. Masing-masing punya bentuk dan fungsi suara yang beda, tapi tujuannya sama: menambahkan bunyi /r/ atau /y/ setelah konsonan dasar. Mari kita bedah satu per satu biar lebih paham.
Sandhangan Cakra¶
Ini dia yang pertama dan paling umum untuk menambahkan bunyi /r/. Sandhangan Cakra bentuknya seperti ekor atau cakar kecil yang diletakkan di bawah aksara legena. Fungsinya adalah menambahkan bunyi “/ra/” setelah bunyi vokal inheren aksara dasar.
Misalnya, aksara dasar “ta” (ꦠ) bunyinya /ta/. Kalau ditambahi Sandhangan Cakra (ꦿ) di bawahnya, bentuknya jadi ꦠꦿ, dan dibaca “tra”. Begitu juga dengan aksara lain. Sandhangan Cakra ini mewakili bunyi /r/ yang diikuti vokal /a/ (atau vokal inheren lainnya jika ada sandhangan vokal di atasnya, tapi secara default bunyinya /ra/).
Image just for illustration
Cakra sering dipakai dalam kata-kata bahasa Jawa maupun serapan dari Sanskerta atau Kawi. Keberadaannya membuat penulisan kata-kata seperti “prajurit”, “trengginas”, “srabi”, atau “krama” jadi lebih singkat dan elegan dibandingkan harus menulis aksara dasar, terus kasih pangkon, terus aksara “ra”.
Berikut beberapa contoh penggunaan Sandhangan Cakra:
- Aksara pa (ꦥ) + Cakra (ꦿ) = pra (ꦥꦿ). Contoh kata: Prajurit (ꦥꦿꦗꦸꦫꦶꦠ꧀), Prasaja (ꦥꦿꦱꦗ).
- Aksara da (ꦢ) + Cakra (ꦿ) = dra (ꦢꦿ). Contoh kata: Drama (ꦢꦿꦩ), Indra (ꦆꦤ꧀ꦢꦿ).
- Aksara sa (ꦱ) + Cakra (ꦿ) = sra (ꦱꦿ). Contoh kata: Srabi (ꦱꦿꦧꦶ), Srakal (ꦱꦿꦏꦭ꧀).
- Aksara ga (ꦒ) + Cakra (ꦿ) = gra (ꦒꦿ). Contoh kata: Agra (ꦲꦒꦿ), Tegral (ꦠꦼꦒꦿꦭ꧀).
- Aksara ba (ꦧ) + Cakra (ꦿ) = bra (ꦧꦿ). Contoh kata: Brahal (ꦧꦿꦲꦭ꧀), Cumlengkembra (ꦕꦸꦩ꧀ꦭꦼꦁꦏꦼꦩ꧀ꦧꦿ).
Penting dicatat, Sandhangan Cakra ini “menumpang” di aksara legena. Jadi, posisi nulisnya itu aksara legena dulu, baru Sandhangan Cakranya di bawahnya. Bunyi /r/ dan /a/ (atau vokal lain yang ada) langsung mengikuti bunyi konsonan dasar aksara legena tersebut.
Sandhangan Keret¶
Nah, kalau Sandhangan Keret ini bisa dibilang “saudaranya” Cakra, tapi ada sedikit perbedaan krusial. Bentuknya mirip Cakra, tapi di bagian atasnya ada seperti titik atau lingkaran kecil. Titik atau lingkaran kecil ini sebenarnya adalah Sandhangan Pepet (ꦼ), yang memberikan bunyi vokal “/e/” (seperti pada kata “emas”).
Jadi, Sandhangan Keret ini adalah gabungan dari Sandhangan Cakra (ꦿ) dan Sandhangan Pepet (ꦼ) yang digabung jadi satu bentuk (ꦽ). Fungsinya? Menambahkan bunyi “/re/” setelah bunyi konsonan dasar aksara legena. Sandhangan ini hanya bisa menghasilkan bunyi dengan vokal /e/, beda dengan Cakra yang vokal inherennya /a/ atau bisa berubah kalau ada sandhangan vokal lain (walau paling umum Cakra bunyinya /ra/).
Misalnya, aksara “pa” (ꦥ) bunyinya /pa/. Kalau ditambahi Sandhangan Keret (ꦽ) di bawahnya, bentuknya jadi ꦥꦽ, dan dibaca “pre”. Ini karena Keret sudah otomatis mengandung bunyi /r/ + /e/.
Sandhangan Keret dipakai untuk menulis kata-kata yang konsonannya diikuti bunyi /re/. Contohnya “prei”, “trewaca”, “srempeng”, “kerep”, atau “gereja”.
Berikut beberapa contoh penggunaan Sandhangan Keret:
- Aksara pa (ꦥ) + Keret (ꦽ) = pre (ꦥꦽ). Contoh kata: Prei (ꦥꦽꦲꦶ), Precil (ꦥꦽꦕꦶꦭ꧀).
- Aksara ta (ꦠ) + Keret (ꦽ) = tre (ꦠꦽ). Contoh kata: Trewaca (ꦠꦽꦮꦕ), Trengginas (ꦠꦽꦁꦒꦶꦤꦱ꧀).
- Aksara sa (ꦱ) + Keret (ꦽ) = sre (ꦱꦽ). Contoh kata: Srempeng (ꦱꦽꦩ꧀ꦥꦼꦁ), Ngesreg (ꦔꦼꦱꦽꦒ꧀).
- Aksara ka (ꦏ) + Keret (ꦽ) = kre (ꦏꦽ). Contoh kata: Kekreg (ꦏꦼꦏꦽꦒ꧀).
- Aksara la (ꦭ) + Keret (ꦽ) = lre (ꦭꦽ). Contoh kata: Nglelre (ꦔ꧀ꦭꦼꦭꦽ).
Ingat, beda utama Sandhangan Cakra dan Keret ada pada vokalnya. Cakra vokal inherennya /a/ (atau bisa berubah dengan sandhangan vokal lain), sedangkan Keret selalu vokalnya /e/ karena sudah “membawa” Pepet di dalamnya. Ini penting banget biar nggak salah baca atau salah tulis. Posisi Keret juga di bawah aksara legena, seperti Cakra.
Sandhangan Pengkal¶
Terakhir, ada Sandhangan Pengkal. Sandhangan ini fungsinya untuk menambahkan bunyi konsonan “/ya/” setelah bunyi konsonan dasar aksara legena. Bentuknya beda lagi dari Cakra dan Keret. Pengkal bentuknya seperti huruf ‘y’ atau gelombang kecil yang diletakkan di samping atau di bawah aksara legena, tergantung gaya penulisan atau font digitalnya.
Misalnya, aksara “pa” (ꦥ) bunyinya /pa/. Kalau ditambahi Sandhangan Pengkal (ꦾ) di sampingnya, bentuknya jadi ꦥꦾ, dan dibaca “pya”. Sama seperti Cakra, Sandhangan Pengkal ini mewakili bunyi /y/ yang diikuti vokal /a/ (atau vokal inheren lainnya jika ada sandhangan vokal lain).
Pengkal sering digunakan dalam kata-kata yang mengandung bunyi konsonan rangkap dengan /y/. Contohnya “piyayi”, “tyas”, “syarat”, “kyai”, “nyamplung”.
Berikut beberapa contoh penggunaan Sandhangan Pengkal:
- Aksara pa (ꦥ) + Pengkal (ꦾ) = pya (ꦥꦾ). Contoh kata: Pipya (ꦥꦶꦥꦾ), Kepyakan (ꦏꦼꦥꦾꦏꦤ꧀).
- Aksara ta (ꦠ) + Pengkal (ꦾ) = tya (ꦠꦾ). Contoh kata: Atyas (ꦲꦠꦾꦱ꧀), Tyas (ꦠꦾꦱ꧀).
- Aksara sa (ꦱ) + Pengkal (ꦾ) = sya (ꦱꦾ). Contoh kata: Syarat (ꦱꦾꦫꦠ꧀), Syahwat (ꦱꦾꦃꦮꦠ꧀).
- Aksara ka (ꦏ) + Pengkal (ꦾ) = kya (ꦏꦾ). Contoh kata: Kyai (ꦏꦾꦲꦶ), Ngikyak (ꦔꦶꦏꦾꦏ꧀).
- Aksara na (ꦤ) + Pengkal (ꦾ) = nya (ꦤꦾ). Contoh kata: Nyamplung (ꦤꦾꦩ꧀ꦥ꧀ꦭꦸꦁ). Catatan: Bunyi “nya” (ny) dalam Aksara Jawa aslinya adalah aksara Nya tersendiri (ꦚ). Pengkal “nya” (ꦤꦾ) digunakan untuk kata serapan atau variasi.
Posisi Sandhangan Pengkal umumnya di samping atau agak di bawah aksara legena, melekat padanya. Bentuknya cukup khas dan mudah dibedakan dari Cakra atau Keret.
Perbandingan Ketiga Sandhangan Wyanjana¶
Biar makin jelas, ini tabel perbandingan singkat ketiga Sandhangan Wyanjana:
Sandhangan | Bentuk Standar | Bunyi yang Ditambah | Keterangan Vokal | Contoh Penulisan | Contoh Bacaan |
---|---|---|---|---|---|
Cakra | ꦿ | /ra/ | Vokal inheren /a/ (atau sandhangan vokal lain) | ꦥ + ꦿ = ꦥꦿ | pra |
Keret | ꦽ | /re/ | Vokal harus /e/ (sudah termasuk Pepet) | ꦥ + ꦽ = ꦥꦽ | pre |
Pengkal | ꦾ | /ya/ | Vokal inheren /a/ (atau sandhangan vokal lain) | ꦥ + ꦾ = ꦥꦾ | pya |
Dari tabel ini kelihatan jelas bedanya. Cakra dan Pengkal mempertahankan fleksibilitas vokal inheren (yang defaultnya /a/) atau bisa dipasangi sandhangan vokal lain di atas aksara legena dasarnya (misalnya, ꦠꦿꦸ dibaca “tru”, tapi ꦠꦾꦸ dibaca “tyu”). Sementara Keret itu spesial, dia sudah paket lengkap dengan vokal /e/, jadi kalau ada Keret, bunyinya pasti pakai /e/.
Kenapa Sandhangan Wyanjana itu Penting?¶
Mempelajari Sandhangan Wyanjana itu krusial kalau kamu serius mau membaca dan menulis Aksara Jawa dengan benar. Tanpa sandhangan ini, banyak kata yang nggak bisa ditulis atau harus ditulis dengan cara yang jauh lebih rumit (menggunakan aksara dasar + pangkon + aksara ‘ra’ atau ‘ya’), yang mana ini nggak standar dan memakan tempat.
Bayangkan kalau mau nulis “prasaja” tanpa Cakra. Kamu harus nulis “pa” (ꦥ), terus matikan vokalnya pakai “pangkon” (꧀), terus nulis “ra” (ꦫ), terus “sa” (ꦱ), terus “ja” (ꦗ). Jadi ꦥ꧀ꦫꦱꦗ. Bandingkan dengan pakai Cakra: ꦥꦿꦱꦗ. Jauh lebih ringkas dan efisien kan?
Ini menunjukkan bahwa Sandhangan Wyanjana bukan cuma aksesoris, tapi bagian integral dari sistem penulisan Aksara Jawa yang membantu menjaga keindahan, keringkasan, dan kejelasan tulisan. Menguasainya berarti kamu bisa menulis dan membaca Aksara Jawa otentik seperti yang ada di naskah-naskah kuno, prasasti, maupun dalam penggunaan modern.
Tips Mudah Menguasai Sandhangan Wyanjana¶
Mungkin awalnya kelihatan agak ribet, tapi percayalah, dengan sedikit latihan kamu pasti bisa. Nih beberapa tipsnya:
- Hafalkan Bentuk dan Bunyinya: Fokuskan dulu menghafal bentuk (Cakra, Keret, Pengkal) dan bunyi spesifik yang ditambahkan (/ra/, /re/, /ya/). Buat flashcard kalau perlu.
- Latihan Menulis Kata: Ambil kata-kata bahasa Jawa (atau Indonesia yang bisa ditulis Aksara Jawa) yang mengandung bunyi “pra”, “tre”, “kya”, dll. Coba tulis kata-kata itu berulang kali menggunakan Aksara Jawa dan sandhangan yang tepat.
- Urai Penulisan: Saat latihan, coba urai prosesnya. Contoh: Kata “Trengginas”.
- Bunyi pertama “Tre”: Aksara “ta” (ꦠ) + Sandhangan Keret (ꦽ) = ꦠꦽ
- Bunyi kedua “nggi”: Aksara “nga” (ꦔ) + Sandhangan Wulu (ꦶ) = ꦔꦶ
- Bunyi ketiga “nas”: Aksara “na” (ꦤ) + Aksara “sa” (ꦱ) + Sandhangan Pangkon (꧀) = ꦤꦱ꧀
- Gabungkan: ꦠꦽꦔꦶꦤꦱ꧀ (Trengginas).
- Gunakan Referensi: Jangan ragu lihat tabel aksara dan sandhangan. Ada banyak sumber online atau buku panduan Aksara Jawa yang bisa jadi teman belajarmu.
- Baca Teks Aksara Jawa: Setelah lumayan hafal, coba deh baca teks-teks sederhana dalam Aksara Jawa. Cari yang memang sengaja dibuat untuk pemula, atau coba baca nama-nama tempat atau rambu-rambu jalan di Jawa yang seringkali menyertakan Aksara Jawa.
Menguasai Sandhangan Wyanjana akan membuka pintu kamu untuk bisa membaca dan menulis Aksara Jawa dengan lebih lancar. Ini bukan cuma skill teknis, tapi juga cara untuk terhubung lebih dalam dengan warisan budaya Jawa yang kaya.
Sandhangan Wyanjana dalam Konteks Budaya¶
Aksara Jawa, termasuk sistem sandhangan di dalamnya, adalah bagian penting dari identitas budaya Jawa. Dulu, aksara ini digunakan luas dalam administrasi kerajaan, penulisan sastra (seperti serat dan kakawin), naskah keagamaan, prasasti, hingga catatan sehari-hari. Sandhangan Wyanjana punya peran penting dalam merekam bunyi bahasa Jawa Kuno maupun Baru dengan akurat dan ringkas.
Keberadaan sandhangan seperti cakra dan pengkal juga menunjukkan pengaruh sistem aksara dari India (rumpun Brahmic) yang memang memiliki tanda baca serupa untuk bunyi konsonan rangkap /r/ (disebut r-liaison atau repha) dan /y/ (disebut ya-liaison atau yakarya). Aksara Jawa mengadaptasi konsep ini dengan bentuk yang khas dan unik sesuai dengan gaya penulisannya.
Meskipun penggunaannya tidak seluas dulu, Aksara Jawa masih diajarkan di sekolah, digunakan dalam konteks budaya, dan bahkan mulai banyak dihidupkan kembali dalam bentuk digital. Memahami sandhangan, termasuk wyanjana, adalah langkah kecil tapi bermakna dalam melestarikan dan menghargai kekayaan budaya ini.
Kesalahan Umum dan Cara Menghindarinya¶
Beberapa kesalahan yang sering terjadi saat belajar Sandhangan Wyanjana antara lain:
- Tertukar Cakra dan Keret: Ini yang paling umum. Ingat kuncinya: Keret ada “topi” Pepet-nya (ꦼ), jadi bunyinya pasti “/re/”. Cakra tidak ada topi, bunyinya “/ra/” (atau vokal lain jika ada sandhangan vokal lain).
- Salah Posisi Pengkal: Pengkal biasanya di samping atau agak di bawah aksara dasar, jangan sampai tertukar dengan sandhangan lain yang posisinya di atas atau murni di bawah.
- Mengabaikan Vokal Inheren: Ingat kalau Cakra dan Pengkal itu menambahkan bunyi /r/a/ atau /y/a/. Vokal /a/-nya itu vokal inheren. Kalau mau vokal lain (i, u, e, o), harus ditambahi sandhangan vokal (wulu, suku, pepet - untuk keret, taling, taling tarung) di atas aksara dasar sebelum sandhangan wyanjana (kecuali keret yang sudah termasuk pepet). Contoh: “pri” = ꦥ + ꦿ + ꦶ = ꦥꦿꦶ. “pyu” = ꦥ + ꦾ + ꦸ = ꦥꦾꦸ.
- Mencampur Sandhangan Wyanjana: Nggak mungkin satu aksara dasar punya dua sandhangan wyanjana sekaligus (misalnya cakra dan pengkal). Satu aksara dasar, paling banyak satu sandhangan wyanjana. Tapi bisa digabung dengan sandhangan vokal (seperti pada keret, atau contoh “pri”, “pyu” di atas) atau sandhangan panyigeg wanda (seperti cecak ꦁ, layar ꦂ, wignyan ꦃ) yang posisinya beda.
Dengan memahami fungsi masing-masing sandhangan dan memperhatikan bentuk serta posisinya, kamu bisa meminimalkan kesalahan ini. Latihan dan ketelitian adalah kuncinya!
Jadi, Sandhangan Wyanjana itu adalah tiga tanda khusus (Cakra ꦿ, Keret ꦽ, Pengkal ꦾ) dalam Aksara Jawa yang bertugas menyisipkan bunyi konsonan /r/ atau /y/ setelah konsonan dasar dari aksara legena. Mereka bikin penulisan lebih ringkas, efisien, dan akurat sesuai dengan bunyi bahasa Jawa. Menguasainya adalah langkah penting dalam perjalananmu belajar Aksara Jawa.
Gimana, sekarang sudah lebih jelas kan apa itu Sandhangan Wyanjana? Ada bagian yang masih bikin bingung atau ada contoh lain yang mau ditanyakan? Yuk, diskusi di kolom komentar!
Posting Komentar